Senin, 26 April 2010

MENEMBUS BATAS HIKMAH THE SERIES (A HIKMAH BY : ABDILLAH ABDI PUTRA)

GENERASI ITSAR
Rahman (sebut saja begitu), teman masa kecilku yang alhamdulillah, Allah mempertemukan kami kembali setelah sekian tahun tak berjumpa. Segalanya telah berubah, Rahman dan aku yang dulu selalu berkelahi rebutan jambu panjatan sendiri, sekarang ia tampak lebih berwibawa. Pertemuan itu tanpa disengaja, saat itu tengah hari menjelang Zuhur, di sebuah masjid, ketika aku hendak berwudhu, tiba-tiba dari arah belakang seseorang menepuk pundakku lembut. Aku berbalik.

"Abdi, kan?" begitu sapanya.
aku menganguk tersenyum.
"Masih ingat ana?" ucapnya dengan kata 'ana'
Aku terdiam sejenak, memandang wajah itu lekat.lama. Dan...
"Subhanllah, Rahman!" ucapku sedikit keras.
Ia menganguk.

Sejak pertemuan itu, kami semakin akrab. Terkadang mengenang kisah lama. Bukan apa-apa , dulu ia sering sekali membuatku menangis. Tubuhnya lebih besar dari tubuhku. Kontan saja aku sering kali , jika adu fisik dengannya.

"Kau sudah punya tempat tinggal?" tanyaku.
"Belum" jawabnya sambil menggeleng.
"Bagaimana menurutmu, kalau kita tinggal bersama, kebetulan ada kamar kosong di tempatku"
"Serius!"
Aku hanya menganguk.

****
Akhirnya kami pun tinggal bersama di sebuah kontrakan yang cukup luas. Kami hidup berlima. Semua mahasiswa. Rahman banyak bercerita tentang keluarganya. Pun, ia sering bercerita tentang kegiatan da'wah yang sekarang ditekuninya.

"Nanti sore ikut ya, Ab, ada pengajian di masjid As-syifa"
Begitupun di waktu-waktu senggang lainnya. Perlahan ia menggajakku untuk berisalam kaffah. alhamdulillah, fitrah manusia yang tak akan pernah terkotori meski kita berkutat maksiat, tetap mengajak kepada jalan yang diridhoiNya.
Hari-hari kami lalui dalam balutan ukhuwah dan manisnya iman. sholat berjamaah bersama, tilawah bergantian, tadabbur, dan ibadah lainnya yang mengutkan iman.

Kawan, aku bukan hendak bermaksud riya, dan menebar-nebar kebaikan. ini masih tentang Rahman.
suatu saat, seorang teman kos kami kehilangan uang. uang itu adalah uang kuliah. kami berkumpul semua. mencoba menyibak teka-teki misteri dibalik hilangnya uang ini. seluruh lemari kami periksa bergantian. nihil tak ada hasil. survei membuktikan teman-teman serumah tak mungkin mengambil uang teman sendiri. sebab kami telah mengikrarkan diri "jangan pernah mencuri" dirumah sendiri, jika dirumah sendiri saja dilarang apalagi dirumah orang lain. misteri kehilangan ini semakin pekat dan tak berujung.
pencarian itu tak selesai.

SEHARI BERLALU

Aku melihat kemurungan di wajah teman kosku itu. Tapi apa dayaku, ketika ia meminjam uang kepadaku, saat itu aku tak punya uang lebih. semuanya telah kuhabiskan untuk membeli buku. ditanganku hanya ada untuk biaya sehari-hari selama dua minggu.
"Berapa pun, pinjamkanlah, aku akan mengganti secepatnya" katanya memaksa.
"Aku benar-benar minta maaf, kali ini aku tak bisa membatu" ucapku menyesal.
Tak lama Rahman datang.
Ia menyodorkan uang lima ratus ribu kepada teman kami itu. Tanpa bertanya, tanpa basa -basi. langsung pada tindakan nyata. aku termanggu. setahuku Rahman sering kekurangan.

****
"Afwan, man...aku bukan ingin ikut campur, mengapa kau berikan uang sebanyak itu, kau kan lagi butuh uang untuk biaya PPL" Ucapku di kamar kami.
Ia hanya tersenyum. ciri khas nya jika menghadapi apapun.
"Allah yang akan menggantinya" begitu saja katanya.
kataku "Tapi..., ya sudahlah, aku tahu mungkin aku saja yang kurang faham akan hal ini"

****
Tapi, tahukah kalian, aku yang menjadi saksi, bagaimna ia harus meminjamkan uang untuk teman kami itu, padahal awalnya ia beralasan uang itu untuk biaya PPLnya. subhanllah...ternyata generasi itsar masih ada.

LATIHAN

JAWABLAH PERTANYAAN DI BAWAH INI.

1.Pernahkah kita merelakan kenikmatan kita untuk dinikmati orang lain?
2. Pernahkah kita belajar 'itsar' berkorban untuk saudara kita yang membutuhkan?

MEDAN, WAKTU DHUHA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar