Dosa adalah hijab. Dosa juga merupakan hutang. Siapa yang berbuat dosa berarti dia telah berhutang. Dan itu harus di bayar. Seringkali bayaranya adalah musibah, termasuk hilangnya barokah. Cepat atau lambat, bahkan saat itu juga, atau kita sudah lupa sekalipun. Karena Allah tidak pernah lupa akan dosa hamba-Nya. Sebagaimana dikatakan Abu Darda, “Dan ketahuilah bahwa kebaikan itu tidak akan pernah sirna dan sesungguhnya dosa itu tidak akan pernah dilupakan.”
Barokah hilang juga adalah suatu isyarat. Kesulitan yang kita hadapi adalah perlambang bahwa kita sudah lama lupa bercermin. Bercermin dalam arti koreksi diri.
Ketika Khalifah Umar bin Khattab RA berkuasa. Bencana yang hampir menyerupai kesulitan di negeri kita pernah terjadi. Kala itu, negeri yang di pimpin Khalifah Umar RA dilanda kemarau panjang yang membuat banyak rakyat kelaparan. Kebun-kebun dan sawah kering kerontang. Sementara hewan ternak mati bergelempangan. Sang Khalifah pada waktu itu kemudian membujuk Sayyidina Abbas RA, paman Rasulullah SAW untuk memberikan petunjuk sekaligus bersedia memimpin doa massal di lapangan terbuka, yang di ikuti seluruh rakyat dan pejabat Negara.
Dalam doanya, Sayyidina Abbas RA munajat kepada Allah, dengan lebih dahulu berwasilah kepada kebesaran Rasulullah SAW:
”Yaa Allah! Sesungguhnya tidak akan turun suatu bencana kalau tidak karena dosa. Dan tidak akan lenyap bencana itu kalau tidak dengan taubat.
Yaa Allah! Seluruh rakyat telah menghadapkan wajah kepada-Mu dengan perantaraanku, sebab kedudukanku sebagai paman nabi-Mu. Dan inilah tangan-tangan kami yang penuh dosa kami tengadahkan kepada-Mu. Dan ini pulalah kepala-kepala kami yang penuh taubat kami tundukan kepada Engkau. Maka turunkanlah hujan kepada kami yaa Allah….!
Alhasil. Setelah doa itu selesai di ucapkan dan diamini seluruh rakyat, hujanpun mulai turun. Udara yang semula panas terasa sejuk. Tanah yang tadinya kering kerontang kini menjadi subur. Barokah yang tadinya hilangpun, kini mulai kembali.
Hadits, dan juga catatan sejarah di atas menjelaskan, bahwa ada hubungan yang sangat nyata antara dosa dan barokah. Hubungan antara hilangnya barokah dengan perbuatan dosa yang dilakukan seseorang. Hubungan Antara dosa dan rizki. Sebagaimana sabda Nabi SAW:
”Sesungguhnya, bisa saja seorang terhalang rezekinya lantaran dosa yang ia lakukan.”(HR. Ibnu Hibban)
Rasulullah SAW juga pernah mengungkapkan dosa-dosa yang mendatangkan siksa:
”Bagaimana tindakan kalian jika ada lima perkara yang terjadi di tengah kalian. Aku berlindung kepada Allah semoga kalian terhindar dari keadaan itu,
Pertama, jika perzinaan dilakukan secara terang-terangan; Allah akan menurunkan penyakit yang tidak pernah ada obatnya dan kelaparan tidak pernah terjadi sebelumnya.
Kedua, jika suatu kaum telah berani tidak mengeluarkan zakat, maka hujan di langit akan di tahan. Kalaulah tidak ada binatang ternak, maka hujan itu tidak akan turun.
Ketiga, jika mereka telah mengurangi takaran dan timbangan, mereka akan disiksa bertahun-tahun dan kesulitan mendapatkan makanan pokok serta mempunyai pemimpin yang menyeleweng.
Keempat, jika para pemimpinya tidak lagi berhukum kepada hukum Allah, maka Allah akan menguasakan musuh Islam menguasai mereka dan merampas apa yang mereka kuasai.
Kelima, jika Al Qur’an dan As Sunah telah tersia-siakan, maka Allah akan menjadikan bahaya di tengah-tengah mereka.(HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Memang, sepantasnya dosa menjadi penghalang barokah atau kebaikan hidup. Karena dosa artinya pelanggaran dan hijab kepada (turunya fadhol) Allah. Karenanya, bila kita mengalami kesulitan hidup, ketika negara kita dilanda musibah bertubi-tubi, cobalah untuk merenungi, berapa banyak dosa yang telah kita lakukan. Berapa kali kita telah bertaubat. Begitulah Islam mengajarkan kita. Bahwa kesulitan hidup tidak semata hanya dilihat dari sudut pandang fisik duniawi. Tidak karena kelesuan bisnis, karena pasar yang tidak bergairah. Atau karena cuaca dan alam yang tidak mendukung. Harus ada sudut pandang batin, sudut pandang keimanan. Bahwa hilangnya barokah dalam kehidupan kita, juga harus dilihat dari sudut dosa.
Kalau barokah terasa sudah mulai hilang. Ini harus menjadi keprihatinan semua orang. Hilangnya barokah adalah tanggung jawab kita bersama. Maka merindukan kembalinya barokah adalah juga merindukan makna baru akan peningkatan iman dan ketaatan kita pada tingkat instansi sosial apapun, di rumah kita, di jalan, di kampung kita, di negeri kita, juga di tanah kelahiran kita.
SEGERALAH TAUBAT
Sebuah bencana adalah ujian. Tapi ia juga bisa menjadi pengurang dosa. Bencana juga bisa bermakna peringatan agar kita segera sadar. Bahkan bencana juga bisa berarti air yang memadamkan api dosa yang telah kita lakukan. Inilah rahasia dari sebuah bencana, kegagalan atau apa saja yang menjadi kesulitan hidup dan tidak menyenangkan.
Karena itu, taubat merupakan keniscayaan. Sebagai salah satu kekuatan untukkembali bermohon barokah yang hilang. Hal ini juga pernah dialami oleh Nabi Nuh AS sebagaimana di abaikan Allah dalam Al Qur’an surat Nuh ayat 10-13:
“Maka aku katakan kepada mereka: Mohon ampunlah kalian kepada Tuhanmu, Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?”
Taubat adalah pengakuan tulus akan kelemahan dan perbuatan dosa di hadapan Allah Yang Maha Kuat. Taubat ini yang akan menyebabkan bumi ini basah setelah sekian lama kering, harta menjadi banyak, kebaikan melimpah, kebun-kebun menjadi hijau. Tidak hanya kebun tempat bercocok tanam, tetapi juga kebun hati, tempat bersemayam iman dan Nur Ilahiyah.
Karenanya; Setiap kita, siapapun kita, apapun profesi kita, seberapapun tingginya pangkat kita, harus melakukan taubat. Taubat dalam arti berusaha jangan sampai melakukan perilaku-perilaku yang dilarang oleh Allah. Wallahu’alam


Tidak ada komentar:
Posting Komentar