Minggu, 03 Januari 2010

22 Perkara Yang Membatalkan Amalan Seseorang

Alhamdulillah shalawat dan salam semoga tercurah atas Nabi-Nya dan hamba-Nya yang tidak ada nabi setelahnya, juga kepada keluarga dan sahabatnya. amma ba’du.

Sesungguhnya kebahagiaan abadi adalah di surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang tidak akan didapatkan oleh seorang hamba kecuali dengan menjauhi perangi yang dianggap baik oleh sebuah jiwa akan tetapi akan menggugurkan pahala dan amalannya.

Akan tetapi wahai hamba Allah, engkau berada di atas suatu ilmu yang terkumpul untuk mu di lembaran ini yang dilengkapi dengan dalil-dalil dari Al Kitab dan As-Sunnah sahihah :

1. Kufur dan syirik

Berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala “Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan perjumpaan di hari akhirat, maka gugurlah amalan-amalan mereka, dan tidaklah mereka diberi balasan kecuali dengan apa yang telah mereka perbuat (al A’raf:174) dan juga firman-Nya ” dan telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu, jika kamu berbuat syirik, niscaya gugurlah amalan-amalanmu dan tentulah kamu menjadi orang yang merugi ” (az Zumar: 65)

2. Murtad

Berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala : ” Barangsiapa yang murtad diantara kalian dari agamanya kemudian mati dakan keadaan kafir, mereka itulah yang gugur amalan-amalannya di dunia dan akhirat, dan mereka adalah penghuni neraka serta kekal di dalamnya.” (Al Baqarah : 217)

3. Nifaq dan Riya’

Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam” sesungguhnya dari yang saya takutkan terhadapmu adalah syirik kecil, yaitu riya“. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman (dalam sebuah hadits qudsi) pada hari kiamat, “Jika Allah memberi balasan kepada manusia dari amalan-amalan. Maka pergilah kalian kepada amalan yang kamu berbuat ria di dunia, maka lihatlah apakah kalian mendapatkan padanya pahala” (dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan al Baghawi dari hadits Mahmud bin Labid dengan sanad shahih menurut syarat Imam Muslim)

5. Mengungkit-ngungkit pemberian

Berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala ” Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian gugurkan pahala shadaqah kalian dengan menyebut-nyebut (pemberian) dan menyakiti (hati penerima) (Al Baqarah : 264).

Dan dari Abu Umamah Radiyallahu ‘anhu berkata Nabi shalallahu ‘alahi wasallam bersabda: ” Tiga perkara yang Allah tidak akan terima penolakan dan penebusan yaitu orng yang durhaka kepada orang tua, pengungkit-ngungkit pemberian dan orang yang mendustakan takdir“ (dikeluarkan oleh Ibnu Abi Ashim dan Thabrany dengan sanad hasan)

6. Mendustakan Takdir

Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam “Kalau seandainya Allah mengadzab penduduk langit dan bumi niscaya dia akan mengadzabnya sedang Dia tidak sedikitpun berbuat dzalim terhadap mereka, dan seandainya Dia merahmati mereka niscaya rahmat-Nya lebih baik dari amalan-amalan mereka. Seandainya seseorang menginfaqkan emas di jalan Allah sebesar Gunung Uhud, tidaklah Allah akan menerima infaq tersebut darimu sampai engkau beriman dengan takdir, dan ketahuilah bahwa apa yang (ditakdirkan) menimpamu tidak akan menyelisihimu, sedang apa yang (ditakdirkan) tidak menimpamu maka tida akan menimpamu, kalau seandainya engkau mati dalam keadaab mengimanai selalin ini (tidak beriman dengan takdir), niscaya engkau masuk neraka (Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dan Ahmad, hadits ini shahih)

7. Meninggalkan shalat Ashr

Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam : “Orang yang meluputkan dari shalat ashar maka seolah-olah dia kehilangan keluarga dan hartanya (yakni tinggal sendirian tanpa harta dan keluarga), (Dari hadits Ibnu Umar, mutafaq ‘alaihi), dan juga sabda beliau “Barangsiapa meninggalkan shalat ashr maka sungguh gugurlah amalannya” (Bukhari dari hadits Buraidah)

8. At Ta’ly atas Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam ” Sesungguhnya seseorang yang berkata, Allah tidak akan mengampuni terhadap si fulan, maka Allah berkata, Barangsiapa beranggapan atas-Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si fulan, maka sungguh Aku telah mengampuni si fulan, dan engkau telah menggugurkan amalanmu, atau sebagaimana beliau katakan (dikelurakan oleh Muslim dari hadtis Jundub bin Abdullah Radhiyallu anhu) At Ta’ly atas Allah yaitu : berkata tentang Allah tanpa ilmu, menyepelekan luasnya rahmat Allah dan bersumpah bahwa Allah tidak akan mengampuni terhadap seseorang.

9. Menyelisihi Rasul shalallahu ‘alaihi wasallam baik ucapan maupun amalan

Berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala : ” Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian angkat suara-suaramu diatas suara Nabi dan jangan kalian mengeraskan suara kepadanya layaknya seorang diantara kalian terhadap yang lainnya, sehingga akan gugurlah amalan-amalan kalian dalam keadaan kalian tidak menyadari” (Al Ahzab : 2). Dan firman-Nya : ” Hai orang-orang beriman taatlah Allah dan Rasul-Nya dan jangan kalian gugurkan amalan-amalan kalian (Muhammad: 33)

10. Berbuat bid’ah dalam agama

Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam ” Barang siapa membuat perkara baru dalam urusan kami ini, sesuatu yang tidak ada petunjuk agama padanya, maka itu tertolak (Mutafaq ‘alaih dari hadtis Aisyah radhiyallahu ‘anha) dalam riwayat Muslim disebutkan ” Barangsiapa beramal dengan amalan yang bukan perintah kami maka itu tertolak

11. Melanggar Ketentuan-ketentuan Allah di waktu sepi

Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam ” Sungguh aku mengetahui sebuah kaum dari umatku, mereka datang pada hari kiamat dengan kebaikan semisal gunung putih, kemudian Allah jadikan seperti halnya debu yang berterbangan”, berkata Tsauban, ” Wahai Rasulullah, sifatkanlah tentang keadaan mereka kepada kami, dan supaya kami tidak termasuk dari mereka, dan sedang kami da;a, keadaan tidak memengetahui”, Beliau bersabda “Adapun mereka itu dari saudara kalian seagama, dan dari bangsa kalian, mereka mengambil bagian dari waktu malam sebagaimana juga kalian mengambilnya, akan tetapi mereka itu adalah sebuah kaum yang jika melewati larangan Allah mereka melanggarnya (Dikeluarkan oleh ibnu MAjah dari hadits Tsauban Radhiyallahu ‘anhu dan dishahihkan oleh al Mundziri dan Al Baushiri)

12. Gembira dan Bahagia dengan terbunuhnya seorang mukmin

Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam ” Barangsiapa membunuh seorang mukmin dan berharap akan terbunuhnya maka Allah tidak akan menerima darinya penolakan (adzab) ataupun penebusan. (dikelurkan oleh Abu Dawud dari hadits Ubadah bin shamit, hadits ini shahih).

13. Menetap di negeri-negeri kafir

Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam : ” Allah Azza wajalla tidak akan menerima amalan dari seorang musyrik yang masuk Islam sampai memisahkan musyrikin kepada muslimin” (Dikelurkan oleh Nasai dan Ahmad dari Hadits Mu’awiya bin Hayidah radhiyallahu ‘anhu dengan sanad hasan)

14 Mendatangi dukun dan tukang ramal

Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam : ” Barangsiapa mendatangi tukang ramal kemudian menanyakan tentang sesuatu, maka tidak diterima darinya shalat selama 40 hari (dikeluarkan oleh Muslim) dan sabdanya ” Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun kemudian membenarkan apa yang dikatakan maka sungguh telah kafir kepada yang diturukan kepada Muhammad (Al Qur’an), (dikelurkan oleh Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad, dari hadits Abu Hurairah, sahih)

15. Durhaka kepada kedua orang tua

Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam ” Tiga golongan yang Allah tidak akan terima dari mereka penolakan atau penebusan yaitu orang yang durhaka kepada kedua orang tua, pengungkit pemberian, dan pendusta takdir” (telah berlalu takhrijnya dipoint no.5)

16. Pecandu Khamar

Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam ” Barangsiapa meminum khamar Allah tidak akan terima darinya shalat empat puluh hari, apabila dia taubat, maka Allah terima taubatnya, apabila dia kembali berbuat maka Allah tidak akan terima lagi shalatnya selama 40 hari, dan apabila dia taubat maka Allah tidak akan terima taubatnya, dan Allah akan memberinya minum dari sungai Khibal”, dikatakan kepadanya “wahai Abu Abdiraman , apa sungai khibal tersebut, dia berkata : yaitu sungai dari nanah penduduk neraka (dikeluarkan oleh Tirmidzi dari hadits Abdullah bin Umar, dan dia shahih), dan sabda Beliau Shalallahu Alaihi Wa Sallam “Pecandu khamr, jika mati maka akan menemui Allah seperti penyembah berhala (dikeluarkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah dari hadits Ibnu Abbas, dan baginya ada syahid (penguat) dari hadits Abu Hurairah dikeluarkan oleh Ibnu Majah, secara keseluruhannya derajatnya hasan)

Berkata Ibnu Hiban : Serupa makna khabar ini dengan ” Barangsiapa bertemu Allah dari pecandu khamr dengan anggapan halal meminumnya, seperti penyembah berhala, karena kesamaan keduanya dalam kekufuran.

17. Berkata dusta dan beramal dengannya

Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan beramal dengannya maka tidak ada kepentingan bagi Allah seseorang meninggalkan makan dan minumnya ” (dikeluarkan oleh Bukhari)

18. Memelihara anjing kecuali anjing yang dididik untuk pertanian atau berburu

Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam ” Barangsiapa memelihara anjing, maka akan berkurang amalannya setiap hari sebear satu qiroth (dalam riwayat lain dua qiroth), kecuali anjing untuk menjaga kebun atau anjing penjaga ternak (mutafaq alaihi, dan riwayat kedua dari muslim)

19. Budak yang lari dari tuannya, tanpa karena takut atau keletihan dalam pekerjaan, sampai dia kembali kepada tuannya

20. Istri yang durhaka sampai kembali taat terhadap suaminya.

Berkata Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam ” Dua golongan yang sungguh sangat merugi yaitu seorang hamba yang lari dari tuannya sampai kembali kepada mereka dan seorang istri yang maksiat terhadap suaminya sampai dia kembali kepadanya (dikeluarkan oleh Hakim dan Thabrany dalam as shaghir, shahih)

21. Pemimpin yang dibenci kaumnya

Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam ” Tiga golongan yang sangat merugi yaitu seorang budak yang lari dari tuannya sampai dia kembali, seorang wanita yang bermalam dengan suaminya dalam keadaan (suami) murka padanya, dan seorang pemimpin yang dibenci kaumnya” (Dikeluarkan dan dihasankan oleh Tirmidzi)

Berkata Tirmidzi : ” Sekelompok orang dari ahli ilmu membenci seseorang untuk memimpin sebuah kaum, yang mereka benci padanya. Apabila imam itu tidak dzalim, maka sesungguhnya dosa itu atas yang membencinya. Dinukilkan dari Manshur: Kami bertanya tentang perkara imam, maka dikatakan kepada kami: Pemimpin-pemimpin yang dzalim itu sangat menyusahkan, dan adapun yang menegakkan sunnah maka sesungguhnya dosa bagi siapa yang membencinya.”

22. Seorang muslim memboikot saudaranya muslim tanpa udzur syar’ie

Berdasarkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam ” Dibukakan pintu-pintu surga pada hari Senin dan Kamis dan diampunkan bagi setiap hamba yang tidak mensekutukan Allah dengan sesuatupun kecuali seseorang yang antara dia dan saudaranya ada kebencian” Beliau berkata, ” perhatikanlah keduanya oleh kalian sampai mereka kembali rukun, perhatikanlah keduanya oleh kalian sampai mereka kembali rukun, perhatikanlah keduanya oleh kalian sampai mereka kembali rukun.” (Dikeluarkan oleh Muslim dari hadits Abu Hurairah)

Wahai saudara seislam, ini adalah perbuatan-perbuatan yang dapat menggugurkan amalan-amalan, berada di depanmu. Dan bahayanya terhadap agamamu sangat jelas, maka jauhilah perkara tersebut dan berhati-hatilah darinya dan hendaklah hatimu tetap berharap kepada sesuatu yang memberi manfaat kepadamu di dunia dan akhirat, karena setiap hati butuh kepada tarbiyah supaya suci dan terus bertambah suci hingga sampai usia lanjut sempurnalah dan baiklah ia.

Ya Allah yang membolak-balikan hati tetapkanlah hati-hati kami atas agama-Mu, dan janganlah Engkau palingkan kami meskipun hanya sekejap saja.

Dikutip dari salafy.or.id offline dari website http://www.geocities.com/dmgto/aqidah201/batalamal.htm, penulis Syaikh Salim al Hilali, judul Beberapa Perkara Pembatal Amal

Baca risalah terkait: Akankah Amalku Diterima ?


Akankah Amalku Diterima ?


Beramal shalih memang penting karena merupakan konsekuensi dari keimanan seseorang. Namun yang tak kalah penting adalah mengetahui persyaratan agar amal tersebut diterima di sisi Allah. Jangan sampai ibadah yang kita lakukan justru membuat Allah murka karena tidak memenuhi syarat yang Allah dan Rasul-Nya tetapkan.

Dalam mengarungi lautan hidup ini, banyak duri dan kerikil yang harus kita singkirkan satu demi satu. Demikianlah sunnatullah yang berlaku pada hidup setiap orang. Di antara manusia ada yang berhasil menyingkirkan duri dan kerikil itu sehingga selamat di dunia dan di akhirat. Namun banyak yang tidak mampu menyingkirkannya sehingga harus terkapar dalam kubang kegagalan di dunia dan akhirat.

Kerikil dan duri-duri hidup memang telalu banyak. Maka, untuk menyingkirkannya membutuhkan waktu yang sangat panjang dan pengorbanan yang tidak sedikit. Kita takut kalau seandainya kegagalan hidup itu berakhir dengan murka dan neraka Allah Subhanahuwata’ala. Akankah kita bisa menyelamatkan diri lagi, sementara kesempatan sudah tidak ada? Dan akankah ada yang merasa kasihan kepada kita padahal setiap orang bernasib sama?

Sebelum semua itu terjadi, kini kesempatan bagi kita untuk menjawabnya dan berusaha menyingkirkan duri dan kerikil hidup tersebut. Tidak ada cara yang terbaik kecuali harus kembali kepada agama kita dan menempuh bimbingan Allah Subhanahuwata’ala dan Rasul-Nya. Allah Subhanahuwata’ala telah menjelaskan di dalam Al Qur’an bahwa satu-satunya jalan itu adalah dengan beriman dan beramal kebajikan. Allah berfirman:

Demi masa. Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan orang-orang yang saling menasehati dalam kebaikan dan saling menasehati dalam kesabaran.” (Al ’Ashr: 1-3)

Sumpah Allah Subhanahuwata’ala dengan masa menunjukkan bahwa waktu bagi manusia sangat berharga. Dengan waktu seseorang bisa memupuk iman dan memperkaya diri dengan amal shaleh. Dan dengan waktu pula seseorang bisa terjerumus dalam perkara-perkara yang di murkai Allah Subhanahuwata’ala. Empat perkara yang disebutkan oleh Allah Subhanahuwata’ala di dalam ayat ini merupakan tanda kebahagiaan, kemenangan, dan keberhasilan seseorang di dunia dan di akhirat.

Keempat perkara inilah yang harus dimiliki dan diketahui oleh setiap orang ketika harus bertarung dengan kuatnya badai kehidupan. Sebagaimana disebutkan Syaikh Muhammad Abdul Wahab dalam kitabnya Al Ushulu Ats Tsalasah dan Ibnu Qoyyim dalam Zadul Ma’ad (3/10), keempat perkara tersebut merupakan kiat untuk menyelamatkan diri dari hawa nafsu dan melawannya ketika kita dipaksa terjerumus ke dalam kesesatan.

Iman Adalah Ucapan dan Perbuatan

Mengucapkan “Saya beriman”, memang sangat mudah dan ringan di mulut. Akan tetapi bukan hanya sekedar itu kemudian orang telah sempurna imannya. Ketika memproklamirkan dirinya beriman, maka seseorang memiliki konsekuensi yang harus dijalankan dan ujian yang harus diterima, yaitu kesiapan untuk melaksanakan segala apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya baik berat atau ringan, disukai atau tidak disukai.

Konsekuensi iman ini pun banyak macamnya. Kesiapan menundukkan hawa nafsu dan mengekangnya untuk selalu berada di atas ridha Allah termasuk konsekuensi iman. Mengutamakan apa yang ada di sisi Allah dan menyingkirkan segala sesuatu yang akan menghalangi kita dari jalan Allah juga konsekuensi iman. Demikian juga dengan memperbudak diri di hadapan Allah dengan segala unsur pengagungan dan kecintaan.

Mengamalkan seluruh syariat Allah juga merupakan konsekuensi iman. Menerima apa yang diberitakan oleh Allah dan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam tentang perkara-perkara gaib dan apa yang akan terjadi di umat beliau merupakan konsekuensi iman. Meninggalkan segala apa yang dilarang Allah dan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam juga merupakan konsekuensi iman. Memuliakan orang-orang yang melaksanakan syari’at Allah, mencintai dan membela mereka, merupakan konsekuensi iman. Dan kesiapan untuk menerima segala ujian dan cobaan dalam mewujudkan keimanan tersebut merupakan konsekuensi dari iman itu sendiri.

Allah berfirman di dalam Al Qur’an:

Alif lam mim. Apakah manusia itu menyangka bahwa mereka dibiarkan untuk mengatakan kami telah beriman lalu mereka tidak diuji. Dan sungguh kami telah menguji orang-orang sebelum mereka agar Kami benar-benar mengetahui siapakah di antara mereka yang benar-benar beriman dan agar Kami mengetahui siapakah di antara mereka yang berdusta.” (Al Ankabut: 1-3)

Imam As Sa’dy dalam tafsir ayat ini mengatakan: ”Allah telah memberitakan di dalam ayat ini tentang kesempurnaan hikmah-Nya. Termasuk dari hikmah-Nya bahwa setiap orang yang mengatakan “aku beriman” dan mengaku pada dirinya keimanan, tidak dibiarkan berada dalam satu keadaan saja, selamat dari segala bentuk fitnah dan ujian dan tidak ada yang akan mengganggu keimanannya. Karena kalau seandainya perkara keimanan itu demikian (tidak ada ujian dan gangguan dalam keimanannya), niscaya tidak bisa dibedakan mana yang benar-benar beriman dan siapa yang berpura-pura, serta tidak akan bisa dibedakan antara yang benar dan yang salah.

Rasulullah Sholallohualaihiwasallam bersabda:

Orang yang paling keras cobaannya adalah para nabi kemudian setelah mereka kemudian setelah mereka” (HR. Imam Tirmidzi dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri dan Sa’ad bin Abi Waqqas Radhiyallahu ‘Anhuma dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Shahihul Jami’ no.992 dan 993)

Ringkasnya, iman adalah ucapan dan perbuatan. Yaitu, mengucapkan dengan lisan serta beramal dengan hati dan anggota badan. Dan memiliki konsekuensi yang harus diwujudkan dalam kehidupan, yaitu amal.

Amal

Amal merupakan konsekuensi iman dan memiliki nilai yang sangat positif dalam menghadapi tantangan hidup dan segala fitnah yang ada di dalamnya. Terlebih jika seseorang menginginkan kebahagiaan hidup yang hakiki. Allah Subhanahuwata’ala telah menjelaskan hal yang demikian itu di dalam Al Qur’an:

Bersegeralah kalian menuju pengampunan Rabb kalian dan kepada surga yang seluas langit dan bumi yang telah dijanjikan bagi orang-orang yang bertakwa kepada Allah.” (Ali Imran:133)

Imam As Sa’dy mengatakan dalam tafsirnya halaman 115: “Kemudian Allah Subhanahuwata’ala memerintahkan untuk bersegera menuju ampunan-Nya dan menuju surga seluas langit dan bumi. Lalu bagaimana dengan panjangnya yang telah dijanjikan oleh Allah Subhanahuwata’ala kepada orang-orang yang bertakwa, merekalah yang pantas menjadi penduduknya dan amalan ketakwaan itu akan menyampaikan kepada surga.

Jelas melalui ayat ini, Allah Subhanahuwata’ala menyeru hamba-hamba-Nya untuk bersegera menuju amal kebajikan dan mendapatkan kedekatan di sisi Allah, serta bersegera pula berusaha untuk mendapatkan surga-Nya. Lihat Bahjatun Nadzirin 1/169

Allah berfirman:

Berlomba-lombalah kalian dalam kebajikan” (Al Baqarah: 148)

Dalam tafsirnya halaman 55, Imam As Sa’dy mengatakan: “Perintah berlomba-lomba dalam kebajikan merupakan perintah tambahan dalam melaksanakan kebajikan, karena berlomba-lomba mencakup mengerjakan perintah tersebut dengan sesempurna mungkin dan melaksanakannya dalam segala keadaan dan bersegera kepadanya. Barang siapa yang berlomba-lomba dalam kebaikan di dunia, maka dia akan menjadi orang pertama yang masuk ke dalam surga kelak pada hari kiamat dan merekalah orang yang paling tinggi kedudukannya.”

Dalam ayat ini, Allah dengan jelas memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk segera dan berlomba-lomba dalam amal shalih. Rasulullah Sholallohualaihiwasallam bersabda:

Bersegeralah kalian menuju amal shaleh karena akan terjadi fitnah-fitnah seperti potongan gelapnya malam, di mana seorang mukmin bila berada di waktu pagi dalam keadaan beriman maka di sore harinya menjadi kafir dan jika di sore hari dia beriman maka di pagi harinya dia menjadi kafir dan dia melelang agamanya dengan harta benda dunia.” (Shahih, HR Muslim no.117 dan Tirmidzi)

Dalam hadits ini terdapat banyak pelajaran, di antaranya kewajiban berpegang dengan agama Allah dan bersegera untuk beramal shaleh sebelum datang hal-hal yang akan menghalangi darinya. Fitnah di akhir jaman akan datang silih berganti dan ketika berakhir dari satu fitnah muncul lagi fitnah yang lain. Lihat Bahjatun Nadzirin 1/170

Karena kedudukan amal dalam kehidupan begitu besar dan mulia, maka Allah Subhanahuwata’ala memerintahkan kita untuk meminta segala apa yang kita butuhkan dengan amal shaleh. Allah berfirman di dalam Al Quran:

Hai orang-orang yang beriman, mintalah tolong (kepada Allah) dengan penuh kesabaran dan shalat. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bersabar.” (Al Baqarah:153)

Lalu, kalau kita telah beramal dengan penuh keuletan dan kesabaran apakah amal kita pasti diterima?

Syarat Diterima Amal

Amal yang akan diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala memiliki persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi. Hal ini telah disebutkan Allah Subhanahuwata’ala sendiri di dalam kitab-Nya dan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam di dalam haditsnya. Syarat amal itu adalah sebagai berikut:

Pertama, amal harus dilaksanakan dengan keikhlasan semata-mata mencari ridha Allah Subhanahuwata’ala.

Allah Subhanahuwata’ala berfirman;

Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar menyembah Allah dengan mengikhlaskan baginya agama yang lurus”. (Al Bayyinah: 5)

Rasulullah Sholallohualaihiwasallam bersabda:

Sesungguhnya amal-amal tergantung pada niat dan setiap orang akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan niatnya.” (Shahih, HR Bukhari-Muslim)

Kedua dalil ini sangat jelas menunjukkan bahwa dasar dan syarat pertama diterimanya amal adalah ikhlas, yaitu semata-mata mencari wajah Allah Subhanahuwata’ala. Amal tanpa disertai dengan keikhlasan maka amal tersebut tidak akan diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala.

Kedua, amal tersebut sesuai dengan sunnah (petunjuk) Rasulullah Sholallohualaihiwasallam. Beliau bersabda:

Dan barang siapa yang melakukan satu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut tertolak.” (Shahih, HR Muslim dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha)

Dari dalil-dalil di atas para ulama sepakat bahwa syarat amal yang akan diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala adalah ikhlas dan sesuai dengan bimbingan Rasulullah Sholallohualaihiwasallam. Jika salah satu dari kedua syarat tersebut tidak ada, maka amalan itu tidak akan diterima oleh Allah Subhanahuwata’ala. Dari sini sangat jelas kesalahan orang-orang yang mengatakan “ Yang penting kan niatnya.” Yang benar, harus ada kesesuaian amal tersebut dengan ajaran Rasulullah Sholallohualaihiwasallam. Jika istilah “yang penting niat” itu benar niscaya kita akan membenarkan segala perbuatan maksiat kepada Allah Subhanahuwata’ala dengan dalil yang penting niatnya. Kita akan mengatakan para pencuri, penzina, pemabuk, pemakan riba’, pemakan harta anak yatim, perampok, penjudi, penipu, pelaku bid’ah (perkara-perkara yang diadakan dalam agama yang tidak ada contohnya dari Rasululah dan bahkan kesyirikan tidak bisa kita salahkan, karena kita tidak mengetahui bagaimana niatnya. Demikian juga dengan seseorang yang mencuri dengan niat memberikan nafkah kepada anak dan isterinya.

Apakah seseorang melakukan bid’ah dengan niat beribadah kepada Allah Subhanahuwata’ala adalah benar?

Apakah orang yang meminta kepada makam wali dengan niat memuliakan wali itu adalah benar? Tentu jawabannya adalah tidak.

Dari pembahasan di atas sangat jelas kedudukan dua syarat tersebut dalam sebuah amalan dan sebagai penentu diterimanya. Oleh karena itu, sebelum melangkah untuk beramal hendaklah bertanya pada diri kita: Untuk siapa saya beramal? Dan bagaimana caranya? Maka jawabannya adalah dengan kedua syarat di atas.

Masalah berikutnya, juga bukan sekedar memperbanyak amal, akan tetapi benar atau tidaknya amalan tersebut. Allah Subhanahuwata’ala berfirman:

Dia Allah yang telah menciptakan mati dan hidup untuk menguji kalian siapakah yang paling bagus amalannya.” (Al Mulk: 2)

Muhammad bin ‘Ajlan berkata: “Allah Subhanahuwata’ala tidak mengatakan yang paling banyak amalnya.” Lihat Tafsir Ibnu Katsir 4/396

Allah Subhanahuwata’ala mengatakan yang paling baik amalnya dan tidak mengatakan yang paling banyak amalnya, yaitu amal yang dilaksanakan dengan ikhlas dan sesuai dengan ajaran Rasulullah Sholallohualaihiwasallam, sebagaimana yang telah diucapkan oleh Imam Hasan Bashri.

Kedua syarat di atas merupakan makna dari kalimat Laa ilaaha illallah – Muhammadarrasulullah.

Wallahu a’lam.

Dikutip dari http://www.asysyariah.com Penulis: al Ustadz Abdurrahman Lombok, judul asli Akankah Amalku Diterima ?.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar